KOMPETENSI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Isi Artikel Utama

Ratna Nurlaila

Abstrak

Era revolusi industri 4.0 yang diawali di Jerman ditandai dengan perubahan teknologi otomatisasi yang sangat efektif terlebih dengan terkoneksinya internet di setiap perangkat komunikasi ataupun perangkat elektronik lain sebagai contohnya teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligent) yang diterapkan  pada rumah pintar (smart house). Di era yang penuh dengan disrupsi dan dengan semakin canggihnya teknologi komunikasi dan informasi menjadikan setiap orang bisa saling terkoneksi secara lebih luas melewati batas-batas negara. Saat berkomunikasi dengan orang lain dari bangsa dan budaya yang berbeda baik termediasi dengan perangkat komunikasi maupun komunikasi secara langsung, tentunya pertemuan budaya pun akan terjadi. Oleh karena literasi mengenai komunikasi antar budaya menjadi hal yang sangat penting saat ini agar setiap orang dapat saling menghargai budaya satu dan lainnya. Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur secara sistematis (systematic literature review / SLR) guna menemukan urgensi mengenai kompetensi komunikasi antar budaya dalam menghadapi era revolusi industri 4.0 yang memungkinkan percampuran dan pertukaran SDM antar bangsa dan negara baik berkomunikasi termediasi maupun komunikasi secara langsung,  Kajian ini mendapatkan bahwa dalam menghadapi era revolusi industri 4.0 diperlukan pembinaan SDM dalam hal literasi kompetensi komunikasi antar budaya dan literasi komunikasi antar budaya termediasi teknologi.

Rincian Artikel

Cara Mengutip
Nurlaila , R. . (2020). KOMPETENSI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0. Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat, 3(1), 257-266. https://doi.org/10.24164/prosiding.v3i1.28
Bagian
Artikel

Referensi

DAFTAR PUSTAKA

Çiftçi, E. Y. (2016). A review of research on intercultural learning through computer-based digital technologies. Educational Technology and Society, 19(2), 313–327.

Dwi, U., & Wibowo, A. (2019). Prophetic Softskills Untuk Bersaing Di Era Revolusi Industri 4 . 0 Prophetic Soft Skills To Compete In The Era Of 4 . 0 Th Industrial Revolution ( MEA ) yang diberlakukan mulai tahun 2015 , di mana saat ini lembaga pendidikan tinggi mahasiswanya . Dalam K. 21(1), 30–38.

Griffith, D. A., & Harvey, M. G. (2001). Executive insights: An intercultural communication model for use in global interorganizational networks. Journal of International Marketing, 9(3), 87–103. https://doi.org/10.1509/jimk.9.3.87.19924

Hamdan, (2018). Industri 4.0: Pengaruh Revolusi Industri Pada Kewirausahaan Demi Kemandirian Ekonomi., Jurnal Nusamba Vol. 3 No.2 Oktober 2018. 3(2), 1–8. https://doi.org/10.29407/nusamba.v3i2.12142

Kasali, R.(2018). Disruption (9th ed). Jakarta : Gramedia.

Littlefield, R. S., Rick, J. M., Currie-mueller, J. L., Littlefield, R. S., Rick, J. M., & Currie-mueller, J. L. (2016). Outcomes , and Assessment Linked references are available on JSTOR for this article : Connecting Intercultural Communication Service Learning with General Education : Issues , Outcomes , and Assessment. 65(1), 66–84

Littlejohn, Stephen W., et. al. (2017). Theories of Human Communicaton. Illinois. Waveland Press Inc.

Maulana, Ihsan., Nurhafizah. (2019). Analisis Kebijakan Pendidikan Anak Usia Dini di Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Pendidilkan Tambusai. 3 (2), 657-665

Nakano, D., & Muniz Jr., J. (2018). Writing the literature review for an empirical paper.

Production, 28, e20170086. http://dx.doi.org/10.1590/0103-6513.20170086

Ningsih, M. (2018). Pengaruh perkembangan revolusi industri 4.0 dalam dunia teknologi di indonesia. Pengaruh Perkembangan Revolusi Industri 4.0 Dalam Dunia Teknologi Di Indonesia, 1–12.

Popkova, Elena G. (2019). Industry 4.0: Industrial Revolution of 21st Century. Springer

Prasetyo, Hoedi & Sutopo, Wahyudi. (2018). Industri 4.0: telaah klasifikasi aspek dan arah perkembangan riset. Jurnal Teknik Industri, 13(1), Pp. 17–26.

Raina, R., & Zameer, A. (2016). Communication Competence of the Professionals from India & Turkey. Indian Journal of Industrial Relations, 51(3), 460.

Rohida, L. (2018). Pengaruh Era Revolusi Industri 4.0 terhadap Kompetensi Sumber Daya Manusia. Jurnal Manajemen Dan Bisnis Indonesia, 6(1), 114–136. https://doi.org/10.31843/jmbi.v6i1.187

Schwab, Klaus. (2016). The Fourth Industrial Revolution. New York. Penguin Random House LLC.

Shao, O. Y. (2016). A cosmopolitan social justice approach to education. Africa Today, 63(2), 107–111. https://doi.org/10.2979/africatoday.63.2.14

Spariosu, Mihai I. (2016). Remapping Knowledge, Intercultural Studies for A Global Age. New York. Berghahn Books

Spariosu, M. I. (2018). Information and Communication Technology for Human Development: Remapping Knowledge, 95–142. https://doi.org/10.2307/j.ctv3znztw.6

Ulijn, Jan M., St. Amant, Kirk.. (2000). Mutual Intercultural Perception : How Does It Affect Technical Communication ? Some Data from China , France, and Italy. 47(2), 220–237.

Phoenix, A. (2014). Colourism and the politics of beauty. Feminist Review, 108(1), 97–105. https://doi.org/10.1057/fr.2014.18.

HASIL DISKUSI

Pertanyaan

Yaser Arafat, M.A (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Industri mau gak mau sudah agak mengubah takdir kultural kita sebagai orang di Nusantara. Misalnya di industri kecantikan misalnya iklan pemutih itu sudah mengubah kodrat kita yang harusnya kuning atau kecoklatan, itu menurut saya rasis. Teknologi itu memilki pengaruh besar pada industri kecantikan.

Jawaban

Benar, saya setuju. Demikianlah kondisi yang terjadi khususnya di abad 21 ini di mana media memiliki peran besar dalam menyebarkan idelogis stakeholder-nya. Ada hagemoni yang menyatakan bahwa kulit putih lebih cantik dan kuat dibanding dengan kulit hitam, hal tersebut di tanamkan lebih dari satu dasawarsa pada abad ke-21 (Wade, dalam Phoenix, 2014: 98). Hal ini menjadikan rasisme yang mengarah bahwa orang dengan kulit terang memiliki hak istimewa di masyarakat. Media massa juga memiliki pengaruh untuk mengkonstruksi pemikiran masyarakat bahwa putih itu lebih cantik, sebab dibelakang media tentu terdapat orientasi ekonomi politik tertentu yang memiliki tujuan keuntungan. Pencipta hagemoni ini tentu memiliki motif tertentu baik secara ekonomi dan politik. Secara ekonomi misalnya, pihak-pihak kapitalis diuntungkan dengan penjualan krim-krim pemutih seperti hasil riset dari King (dalam Phoenix, 2014: 98) bahwa industri pencerah kulit secara global pada 2018 di perkirakan akan tumbuh pesat menjadi US $ 19,8 miliar. Padahal, semua orang sama kedudukannya di hadapan Allah dan juga hukum di Indonesia tanpa membeda-bekan warna kulit. Oleh karena itu perlunya literasi media di masyarakat agar lebih bijak dan kritis dalam menghadapi konstruksi media yang salah satunya bersifat rasis tersebut.