Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar <p><em>Issn Online : <a title="issn" href="http://issn.pdii.lipi.go.id/issn.cgi?daftar&amp;1610010063&amp;1&amp;&amp;" target="_blank" rel="noopener">2775-3344</a></em></p> <p>Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat meruapakan terbitan ilmiah yang berisi kumpulan makalah yang dipresentasikan dalam seminar nasional arkeologi yang diselenggarakan secara rutin setiap tahun oleh Balai Arkeologi Jawa Barat yang dalam proses penerbitannya telah melalui tahapan penelaahan oleh reviewer.<br />Tema Prosiding mengikuti tema seminar yang dilaksanakan.</p> Balai Arkeologi Jawa Barat id-ID Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2775-3344 BENCANA ALAM DI WILAYAH INDONESIA DARI MASA PRASEJARAH HINGGA MASA KLASIK: SEBUAH TINJAUAN GEOLOGI & GEOMITOLOGI http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/91 <p>Indonesia berada di wilayah tektonik aktif karena berada di pertemuan tiga lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Interaksi ketiga lempeng ini menyebabkan gempabumi, tsunami, letusan gunungapi sering terjadi di wilayah Indonesia. Ketika manusia hadir di wilayah Indonesia, peristiwa-peristiwa alam ini mungkin telah mempengaruhi kelompok-kelompok manusia dan peradabannya. Namun, rekaman tertulis peristiwa gempabumi, tsunami dan letusan gunungapi di wilayah Indonesia hanya terekam hingga sekitar 400 tahun silam. Padahal bencana alam bermagnitudo besar umumnya memiliki waktu perulangan panjang bahkan lebih dari 500 tahun. Akibatnya, di wilayah-wilayah dengan rentang waktu sejarah pendek, bencana alam yang terjadi sebelum masa modern sulit ditemukan rekamannya secara tulisan. Metode untuk mengetahuinya adalah dengan membaca rekaman yang tidak tertulis berupa bukti-bukti di dalam tanah dan batuan. Manusia juga mencatat peristiwa alam di masa lalu secara tidak tertulis. Hal-hal tersebut terjadi karena manusia selalu mendambakan rasa aman secara fisik dan secara psikologis dari peristiwa yang menakutkan atau mengancam keselamatannya. Persepsi manusia terhadap kejadian yang dialaminya selalu dijelaskan dan dicatat berbasiskan kepada agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat yang mengalaminya dan kemudian terejawantahkan dalam bentuk pengetahuan tradisional dan budaya, baik benda maupun tak benda. Dari sudut pandang ini, setiap pengetahuan tradisional dan budaya adalah rekaman kolektif atas peristiwa-peristiwa yang telah dilalui oleh sekelompok manusia pencipta budaya itu. Rekaman bisa dibedah dan direkonstruksi ulang, kemudian dikembalikan lagi ke jalan cerita yang sebenarnya. Dalam rentang 100 ribu tahun hingga Masa Klasik terdapat beberapa peristiwa alam besar yang terekam secara geologi dan mungkin berpengaruh pada peradaban manusia di wilayah Indonesia yaitu Letusan Kaldera Toba, Letusan Kaldera Maninjau, Letusan Kaldera Ranau, Letusan Kaldera Masurai, Letusan Kaldera Batur, Letusan dan Tsunami Proto Krakatau, Letusan Samalas, serta Gempabumi dan Tsunami Selatan Jawa.</p> Eko Yulianto Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 1 14 10.24164/prosiding.v4i1.1 JEJAK BENCANA GEOLOGI PADA BEBERAPA SITUS VERTEBRATA BERUMUR PLISTOSEN DI CEKUNGAN SOA FLORES http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/72 <p>Cekungan Soa secara geografis terletak pada koordinat 08<sup>o</sup> 39’ 00” LS – 08<sup>o</sup> 46’ 00” LS dan 121<sup>o</sup> 03’ 00” BT – 121<sup>o</sup> 13’ 00” BT dan secara administratif terletak di Kabupaten Ngada dan Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kawasan ini memiliki situs-situs paleontologi vertebrata berumur Pleistosen dimana salah satu temuan yang terkenal adalah fosil rahang bawah dan gigi mirip manusia purba <em>Homo floresiensis</em> di situs Matamenge. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menginventarisir lokasi situs-situs dan mengidentifikasi bukti-bukti jejak bencana geologi di Cekungan Soa. Metode yang digunakan terdiri dari studi literatur dan survei lapangan. Secara umum situs-situs tersebut pada masa lalu menunjukkan pernah terjadi bencana yang terekam pada lapisan-lapisan batuan berumur Pleistosen Awal dan Pleistosen Tengah.</p> <p><em> </em></p> Unggul Unggul Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 15 26 10.24164/prosiding.v4i1.2 REKAMAN TSUNAMI DI PESISIR BARAT ACEH: SEBUAH LAPORAN AWAL DAN PROSPEK PENELITIANNYA http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/73 <p>Tsunami 26 Desember 2004 merupakan salah satu bencanaalam yang besar yang pernah terjadi di wilayah Pesisir Barat Aceh. Bencana tersebut bukanlah yang pertama kali terjadi pada wilayah tersebut. Hasil penelitian di Gua Ek Leunthie telah menemukan bukti terjadinya minimal 11 kali tsunami sejak 7.400 tahun yang lalu. Salah satu data baru terkait tsunami ini ditemukan rekaman stratigrafi tanah di Gua Mabitce. Pada stratigrafi ditunjukkan adanya hasil proses sedimentasi oleh fluida yang berlangsung secara seketika yang dapat disebabkan oleh badai atau tsunami. Lapisan stratigrafi tersebut berkonteks dengan tinggalan budaya preneolitik, seperti kapak batu sumatralith, serpih batu, ekofak tulang, serta cangkang kerang. Saat ini, kronologi absolut terkait hal ini belum diperoleh karena sampel pertanggalan belum dapat teranalisis. Selain Gua Mabitce, hasil survey yang dilakukan pada tahun 2018 dan 2019 juga telah menemukan Gua Tuandigedong dan Gua Paroy Indah yang memiliki dimensi ruang luas, sedimen lantai tebal, dan mulut gua menghadap ke Samudra Hindia. Dua lokasi ini kemungkinan juga memiliki lapisan stratigrafi terkait tsunami dan dan kemungkinan konteks budayanya.</p> <p><em> </em></p> Taufiqurrahman Taufiqurrahman Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 27 37 10.24164/prosiding.v4i1.3 RUNTUHNYA BENTENG KOTA MAS SILANG LITERASI SEJARAH http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/77 <p>Benteng Kota Mas adalah benteng Spanyol yang berupa sisa-sisa bangunan dinding, bagian bangunan bastion, dan bagian dari gerbang yang terletak di Desa Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara, Propinsi Gorontalo, secara geografis berada pada koordinat 000 50’ 10,85” Lintang Utara dan 1220 54’ 47,57” Bujur Timur. Benteng ini berupa kompleks bangunan yang sudah tidak utuh, hanya beberapa bagian bangunan tampak berdiri di atas lahan morfologi dataran lembah. Konstruksi tembok benteng beserta bastion memiliki ketebalan 0,8 – 1,2 m yang tersusun atas aneka batuan dengan perekat mortal atau spasi kapur. Reruntuhan bangunan dirikan di atas endapan aluvial lanau pasiran. Lokasi Benteng Kota Mas berada pada kawasan Teluk Kwandang merupakan lokalitas yang strategis dalam jalur perdagangan rempah-rempah dan bijih emas pada abad ke-15 hingga ke-19. Oleh karena itu, Portugis dan Belanda merebut kawasan ini dari kaum Spanyol. Teluk ini terletak juga pada lengan atas Sulawesi yang merupakan jalur patahan besar berarah Tenggara – Barat laut melewati wilayah Gorontalo Utara, hal ini dapat menjadi bencana kegempaan dan tsunami. Bencana kegempaan dan tsunami yang signifikan berpengaruh terhadap keutuhan bangunan benteng, terjadi pada tahun 1856 (Gorontalo), 1858 (Minahasa), dan 1859 (Ternate dan Minahasa). Dalam catatan sejarah, belum absolut diketahui runtuhnya Benteng Kota Mas, baik kronologi maupun penyebabnya.</p> <p><em> </em></p> Irna Saptaningrum Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 39 48 10.24164/prosiding.v4i1.4 BANJIR DI PEMALANG MASA KOLONIAL ABAD KE-20 http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/74 <p>Artikel ini membahas bencana banjir yang menerjang Pemalang beserta dampak yang ditimbulkan pada masa kolonial. Pemalang merupakan daerah dengan tata kota yang tidak sekompleks daerah besar lainnya, seperti Semarang atau Batavia. Namun pada tahun 1900an pembangunan infrastruktur terus dikerjakan, salah satunya sektor irigasi. Pembangunan nyatanya tidak menyelesaikan masalah banjir yang terus terjadi pada periode akhir pemerintahan kolonial pada abad ke-20. Atas dasar tersebut, terdapat dua pokok permasalahan dalam artikel ini. Pertama, menganalisis peristiwa terjadinya banjir di Pemalang. Kedua, mengkaji kompleksitas dampak yang ditimbulkan oleh bencana banjir di Pemalang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Artikel ini menunjukkan bahwa banjir yang melanda Pemalang melanda kawasan pesisir dan dataran tinggi yang terletak di sekitar aliran sungai. Berdasar narasi yang diwartakan surat kabar kolonial, banjir yang menerjang Pemalang menimbulkan dua dampak utama. Pertama, menggenangi jalur transportasi kereta api dan post-weg, yang menghambat aktivitas distribusi ekonomi. Kedua, merusak area persawahan, menghanyutkan ternak, dan merusak rumah di sekitar daerah terdampak. Berdasar kajian ini, setidaknya menunjukkan bahwa banjir adalah bencana lintas zaman yang menimbulkan dampak negatif di bidang sosial dan ekonomi, tidak terkecuali yang terjadi di Pemalang.</p> Ilham Nur Utomo Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 49 58 10.24164/prosiding.v4i1.5 LANSKAP HUNIAN KALA PLESTOSEN – AWAL HOLOSEN KAWASAN GUNUNG SEWU: PENGARUH LINGKUNGAN ALAM DALAM BERTAHAN HIDUP http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/58 <p>Kawasan Gunung Sewu menunjukkan adanya pola okupasi tertentu pada kurun waktu sejak Kala Plestosen hingga Awal Holosen. Pola okupasi manusia di kawasan Gunung Sewu baik hunian tempat tinggal maupun sebaran lokasi beraktivitas lainnya memberikan petunjuk utama adanya aktivitas manusia. Pengembangan teknologi sangat dipengaruhi ketersediaan sumber daya alam sekitarnya, terutama bahan baku (batu, cangkang kerang, tulang). Oleh karena itu, hubungan antara manusia dengan lokasi keberadaan sumber daya bahan baku menjadi petunjuk yang penting sebagai tempat beraktivitas manusia. Tulisan ini akan mengungkap adanya perubahan alam yang signifikan antara alam kala Plestosen dengan mengembangkan teknologi paleolitik dengan alam Kala Holosen yang mengembangkan teknologi mesolitik – neolitik. Hubungan antara okupasi, teknologi, dan lingkungan alam akan dikaji melalui pendekatan lanskap arkeologi dan sistem setting. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bentuk lahan dengan ketersediaan bahan baku dan sumber makanan menunjukkan adanya pola keruangan manusia dalam mempertahankan hidup.</p> Indah Asikin Nurani Hari Wibowo Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 59 72 10.24164/prosiding.v4i1.6 GEMPA BUMI BATAVIA 1699 DAN 1780: MEMORI KOLEKTIF KEBENCANAAN http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/89 <p>Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk membangkitkan kembali memori kolektif kebencanaan gempa bumi di Jakarta. Sejarah mencatat, Jakarta yang dahulu bernama Batavia pernah beberapa kali diguncang gempa bumi. Guncangan yang paling besar yang pernah mengguncang Batavia adalah gempa bumi tahun 1699 dan 1780. Gempa bumi tahun 1699 membuat kerusakan yang cukup parah. Banyak bangunan yang mengalami kerusakan akibat gempa bumi tersebut. Kondisi ini diperparah dengan rusaknya jaringan air minum dan saluran pembuangan serta kondisi cuaca Batavia saat itu yang membuat banyak orang-orang Belanda di Batavia meninggal dunia. Banyaknya orang Belanda yang meninggal membuat Batavia saat itu mendapat julukan <em>graf der Hollanders</em> atau kuburan orang-orang Belanda. Bencana alam yang pernah terjadi di Batavia pada masa lalu, sangat penting untuk selalu diingat. Narasi dari sejarah bencana alam, yang dalam tulisan kali ini berfokus pada gempa bumi, dapat menjadi memori kolektif pengingat bencana. Memori kolektif ini kemudian menjadi penting sebagai salah satu cara agar masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana gempa bumi menjadi lebih waspada terhadap bencana yang mengintai mereka. Sebagai manusia, hendaknya sesekali melihat ke masa lalu agar dapat memahami bencana yang pernah terjadi. Dengan demikian, kita dapat mengetahui potensi bencana yang mungkin akan terjadi di masa depan dan menjadi lebih siap untuk menghadapinya. </p> Omar Mohtar Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 74 82 10.24164/prosiding.v4i1.7 PENANGANAN BENCANA GEMPA BUMI DI INDONESIA MASA KOLONIAL BELANDA http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/65 <p>Wilayah Indonesia memiliki daerah yang sangat rentan terhadap bencana alam. Bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah gempa bumi. Gempa bumi terjadi karena gabungan berbagai lempeng benua mikro dan busur api, yang digerakkan oleh proses tektonik yang kompleks hingga berada pada tempatnya saat ini. Proses tumbukan lempeng inilah yang menyebabkan terbentuknya berbagai jenis patahan yang tersebar di berbagai tempat, senantiasa menerima dan menimbun gaya tektonik dari interaksi lempeng litosfer. Terjadinya gempa bumi di masa lalu menjadi sebuah pembelajaran dari sejarah yang dapat memberikan wawasan yang berguna untuk menghadapi sebuah masalah. Artikel ini membahas mengenai terjadinya gempa bumi terparah yang terjadi pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, dampak yang terjadi,dan cara mereka dalam mengatasi bencana gempa bumi tersebut. Dengan demikian, kita dapat belajar dan mengerti sejarah penanganan sebuah bencana gempa bumi pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda di Indonesia.</p> Zukhrufa Ken Satya Dien Resa Tri Andani Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 83 92 10.24164/prosiding.v4i1.8 BENCANA KRAKATAU 1883 DALAM TINJAUAN BUDAYA LOKAL BANTEN http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/85 <p>Bencana merupakan peristiwa yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Menurut kepercayaan masyarakat tradisional, bencana sering dipersepsikan sebagai datangnya masa peralihan. Dalam tradisi lisan dikisahkan bahwa keadaan politik, sosial, dan ekonomi yang tidak menentu berpengaruh terhadap kestabilan alam. Letusan Krakatau 1883 dianggap sebagai salah satu yang terbesar terjadi di bumi ini. Artikel ini akan meninjau bencana Krakatau 1883 dalam perspektif budaya lokal. Adapun metode yang digunakan adalah metode sejarah dengan teknik pengumpulan data menggunakan studi pustaka dan wawancara. Sejauh ini pengetahuan tentang bencana Krakatau 1883 lebih banyak diperoleh melalui sumber-sumber asing. Sumber-sumber lokal belum banyak tergali. Kajian tentang bencana Krakatau dalam perspektif budaya lokal masyarakat membantu memahami struktur ingatan kolektif dalam merespons bencana yang terjadi dan menjadikannya sebagai pengetahuan mitigasi bencana ke depan.</p> <p><em> </em></p> Iim Imadudin Heru Erwantoro Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 93 104 10.24164/prosiding.v4i1.9 DAMPAK LETUSAN GUNUNG KRAKATAU 1883 TERHADAP PERMUKIMAN DI PANTAI BARAT TELUK LAMPUNG http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/87 <p>Letusan gunung berapi seringkali memberikan dampak negatif terhadap permukiman di sekitarnya. Kondisi objek seperti pada situs Liyangan di Kabupaten Temanggung merupakan salah satu bukti dampak negatif letusan gunung. Beberapa kajian arkeologi terhadap situs-situs di sekitar Gunung Merapi, Yogyakarta menyimpulkan bahwa erupsi Gunung Merapi menjadi salah satu alasan pindahnya peradaban Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Letusan Gunung Krakatau di Selat Sunda pada tahun 1883 juga menimbulkan bencana terhadap masyarakat di sekitarnya. Cerita masyarakat Lampung menjelaskan bahwa erupsi Gunung Krakatau telah melenyapkan perkampungan sehingga masyarakat memindahkan perkampungannya. Di pantai barat Teluk Lampung terdapat beberapa situs permukiman yaitu Kampung Tuha Maja Saka, Benteng Belajung, dan Kahai. Kajian ini membahas dampak letusan Gunung Krakatau 1883 terhadap perkampungan-perkampungan tersebut. Metode penelitian melalui deskripsi dan didukung analisis laboratoris terhadap jejak material erupsi. Jejak erupsi ditemukan pada beberapa lokasi objek. Perpindahan Kampung Tuha Maja Saka ke lokasi baru bukan merupakan akibat dari letusan Krakatau 1883.</p> Nanang Saptono Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 105 115 10.24164/prosiding.v4i1.10 PENGARUH ERUPSI GUNUNG CIREMAI TERHADAP MORFOLOGI TATA RUANG KAWASAN PELABUHAN CIREBON PADA MASA KOLONIAL 1681 – 1942 http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/88 <p>Cirebon adalah kota pelabuhan kuna dan kerajaan Islam pertama di Jawa Barat pada masa Sunan Gunung Jati (1448-1568 M). Awalnya Kota Cirebon tumbuh di pesisir Cirebon dengan orientasi barat – timur <em>Angadep Jaladri Amungkur Giri, </em>menghadap lautan membelakangi pegunungan, yaitu Gunung Ciremai (3.078 mdpl) gunung tertinggi di Provinsi Jawa Barat. Gunung Ciremai adalah sumber daya alam yang membentuk topografi setempat beserta unsur bawaannya yaitu: geologis, vulkanologis, iklim, cuaca, flora, dan fauna. Makalah ini mengkaji pengaruh erupsi gunung Ciremai terhadap perkembangan morfologi Tata Ruang Kota Cirebon khusnya Pelabuhan Cirebon masa kolonial Hindia Belanda dengan metode arkeologi sejarah yaitu penelitian lapangan di sekitar pelabuhan Cirebon dan dianalisis dengan sumber-sumber arsip sejarah. Lahar dan debu vulkanik akibat letusan gunung Ciremai membentuk lumpur aluvial dan mempertinggi sedimentasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) sehingga mempengaruhi perkembangan morfologi tata ruang Kota Cirebon, terutama Pelabuhan Cirebon yang awalnya memanfaatkan sungai <em>Cirbon Revier.</em></p> Mustaqim Asteja Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 117 127 10.24164/prosiding.v4i1.11 JEJAK KARANTINA PENYAKIT MENULAR DI JAKARTA 1667-2020 http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/96 <p>Sesuatu yang mungkin kebetulan saja bahwa setiap pergantian abad ditandai dengan adanya penyakit menular (wabah).&nbsp; Bertambah abad bertambah pula skala penularannya.&nbsp; Pada abad ke-17 hingga 19 di Jakarta terjangkit&nbsp; endemi Lepra yang peningkatan jumlah terinfeksinya tidak terlalu cepat dan jangkauannya tidak terlalu luas, namun pada abad ke-20 terjadi epidemi Leptospirosis yang jumlah peningkatan terinfeksi cukup cepat dan luas.&nbsp; Pada abad ke-21 terjadi penyakit yang ekskalasi terinfesinya lebih dahsyat dari wabah sebelumnya, wabah&nbsp; tersebut adalah Covid-19 yang oleh Badan Kesehatan Dunia ditetapkan&nbsp; berstatus pandemi karena gerakan penularannya sangat cepat dan jangkauan walayahnya global.&nbsp; Riwayat petaka dalam kehidupan manusia ini meninggalkan jejak bukti, salah satunya adalah karantina. Sisa Karantina penyakit menular masih bisa dilihat di Pulau Kuiper, Pulau Onrust dan Pulau Furmerend (Kepulauan Seribu). Khusus Pulau Furmerend, jejaknya belum diperlihatkan karena belum dilakukan ekskavasi. Kelak yang juga akan menjadi bukti sejarah adalah Wisma Atlet Kemayoran karena dewasa ini sedang digunakan untuk karantina Covid-19. Upaya pelestarian sisa karantina sebagai bukti sejarah sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetapi perlu ditingkatkan.</p> Candrian Attahiyyat Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 129 136 10.24164/prosiding.v4i1.12 BENCANA DALAM SEJARAH http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/95 <p>Bencana menjadi tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dalam lintasan sejarah, terlebih dalam kaitannya dengan adaptasi yang dilakukan terhadap perubahan alam. Makalah ini membahas bencana alam yang berdampak pada kehidupan manusia, khususnya masyarakat Hindia Belanda pada masa kolonial. Pertanyaan diajukan untuk mengetahui secara partikular mengenai dampak bencana, seperti erupsi gunung, pandemi, dan perubahan ilkim, terhadap kehidupan di tanah jajahan. Termasuk juga bagaimana pemerintah kolonial menanganinya. Lebih jauh lagi, makalah ini turut menggali makna dari peristiwa di masa lampau bagi kondisi saat ini dan yang akan datang. Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah metode sejarah, yang memungkinkan makalah ini disusun berdasarkan arsip dan dokumen sezaman yang ditemukan, ditelaah, dan diinterpretasi.&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;</p> Susanto Zuhdi Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 137 147 10.24164/prosiding.v4i1.13 BENCANA DI BATAVIA DAN PEMINDAHAN PUSAT PEMERINTAHAN PADA MASA KOLONIAL BELANDA http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/82 <p>Sebagai Pusat Pemerintahan pada masa kolonial Belanda, Batavia tidak terbebas dari ancaman bencana, baik bencana alam berupa banjir maupun bencana non alam seperti perang dan wabah. Kondisi ini mendorong digulirkannya wacana pemindahan pusat pemerintahan ke daerah yang dianggap lebih aman dan sehat. Tulisan ini bermaksud menguraikan ancaman bencana sebagai salah satu faktor pendorong pemindahan pusat pemerintahan pada masa Kolonial Belanda. Penulisan menggunakan metode deskriptif analisis. Ketika Daendels datang ke datang ke Pulau Jawa dan menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, salah satu tugasnya adalah memindahkan pusat pemerintahan dari Batavia ke daerah yang lebih aman dan sehat. Daendels memilih Weltevreden sebagai tempat untuk membangun pusat pemerintahannya. Pada akhir abad ke-19 kondisi Batavia yang tidak sehat menjadi alasan untuk pemindahan pusat pemerintahan ke daerah yang lebih sehat namun tidak jauh dari pusat pemerintahan saat itu, Bandung dipilih menjadi pusat pemerintahan pengganti Batavia dengan alasan lebih sehat dan aman. Kondisi ini menunjukkan bahwa bencana menjadi salah satu faktor pendorong pemindahan pusat pemerintahan.</p> Iwan HERMAWAN Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 149 157 10.24164/prosiding.v4i1.14 SAMPAR DAN SASALAD: MUSIBAH DALAM SASTRA TELAAH ANALISIS FRAMING http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/80 <p>COVID-19 dianggap sebagai sesuatu yang mengejutkan bagi penduduk dunia. Zaman modern seolah tidak dapat menerima pandemi tersebut. Padahal, hampir seabad lalu, dunia pernah didera penyakit sampar dan flu Spanyol. Sejarah mencatat ulangan pandemi dengan memunculkan jenis penyakit lain hingga sampai pada era COVID-19. Sampar (karya Albert Camus) dan Sasalad (karya Dadan Sutisna) merupakan dua novel yang bercerita kental tentang sejarah pandemi. Latar kedua novel itu tentu berbeda, satu di Eropa dan satu di Garut. Namun makalah ini akan menelusuri benang merah yang terjalin dalam tema musibah pada kedua novel itu dengan menggunakan pisau analisis framming. Hipotesis yang didapati dalam kedua sumber data itu, antara lain, (1) musibah itu berkaitan dengan pola hidup manusia, serta (2) musibah itu berkaitan dengan dan berdampak pada lingkungan sosial.</p> <p><em> </em></p> Resti Nurfaidah Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 159 169 10.24164/prosiding.v4i1.15 TRAUMA PASCA TSUNAMI DALAM NOVEL TE O TORIATTE KARYA AKMAL NASERY BASRAL: PENDEKATAN PSIKOANALISIS http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/79 <p>Tsunami Aceh merupakan bencana yang meluluhlantakan wilayah sekitar pesisir pantai, ratusan ribu orang meninggal dan hilang, harta benda tak bersisa. Bencana Tsunami menyisakan trauma yang mendalam pada tokoh Meutia yang diceritakan dalam novel Te O Toriatte karya Akmal Nasery Basral. Tulisan ini mengungkapkan bagaimana Meutia menjalani hidup pascatsunami dengan trauma yang dideritanya melalui pendekatan psikoanalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa Meutia mengalami trauma dan sering berhalusinasi setelah menghadapi peristiwa tsunami Aceh, Jepang, dan kebocoran reaktor nuklir di Jepang. Meutia juga menderita kepribadian ganda.</p> <p><em> </em></p> Rini Widiastuti Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 171 181 10.24164/prosiding.v4i1.16 IMPLIKASI FENOMENA ALAM DAN MISKOMUNIKASI RADIOTELEPHONY PADA KECELAKAAN PENERBANGAN: KAJIAN AEROLINGUISTIK http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/71 <p>Fenomena kecelakaan pesawat terbang disebabkan oleh beragam faktor. Menurut <em>Federal Aviation Administration (FAA</em>) ada tiga faktor penyebab kecelakaan, yaitu cuaca (<em>weather</em>) sebesar 13,2 %, armada (pesawat) yang digunakan sebesar 27,1 % dan hampir 66% dari keseluruhan kecelakaan (<em>accidents</em>) maupun insiden (<em>incidents</em>) penerbangan disebabkan manusia (<em>human factors). </em>Kajian Aerolinguistik akan membedah bagaimana faktor cuaca atau fenomena alam dan faktor manusia seperti miskomunikasi <em>radiotelephony</em> menjadi faktor penyebab kecelakaan penerbangan. Miskomunikasi dalam <em>radiotelephony</em> antara pilot dan ATC atau APP dapat dibedah dengan menggunakan kajian Aerolinguistik dengan ICAO Annex dalam aeronautika dan pragmatik dalam linguistik yakni, teori Prinsip Kerja Sama Grice. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kecelakaan pesawat GIA 152 (1997) di Buah Nabar Sumatera Utara dan kecelakaan tabrakan tabrakan pesawat Boeing 747, KLM penerbangan 4805 dan Pan Am penerbangan 1736 (1977) di landasan pacu Bandar Udara Los Rodeos di Tenerife Spanyol, terjadi karena faktor cuaca atau alam dan manusia yakni kesalahpahaman dalam konevrsasi <em>radiotelephony </em>antara pilot, ATC, dan APP.</p> Rani Siti Fitriani Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 183 192 10.24164/prosiding.v4i1.17 JEJAK-JEJAK BENCANA SOSIAL PADA PROSES KONVERSI RELIGI-POLITIK MASA KLASIK AWAL (ABAD 5-7) DI ASIA TENGGARA http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/60 <p>Proses konversi religi dan politik pernah terjadi di Asia Tenggara masa klasik awal. Peristiwa ini berlangsung sekitar kurun abad ke-5 sampai dengan ke-7 Masehi, ketika Agama Hindu-Buddha mulai menggantikan Agama Weda. Adanya indikasi proses konversi religi dan politik pada kurun waktu yang hampir bersamaan memunculkan masalah mengenai faktor-faktor yang melatarinya serta cara-cara konversi yang dilakukan. Tulisan ini merupakan hasil kajian yang dilakukan melalui studi kepustakaan terhadap berbagai hasil penelitian yang membahas tentang bukti-bukti proses konversi religi dan politik. Wilayah-wilayah yang dibahas pada tulisan ini antara lain adalah Jawa, Kalimantan, Sumatra, dan Daratan Utama Asia Tenggara. Hasilnya, berdasarkan data-data arkeologis dan epigrafis menunjukkan faktor pendorongnya adalah religi dan ekonomi. Faktor religi dapat dikaitkan dengan perkembangan Agama Hindu-Buddha di India yang mengantikan Agama Weda. Agama Hindu-Buddha mendorong munculnya penguasa-penguasa baru. Penguasa-penguasa baru tersebut merasa berhak menaklukkan berbagai wilayah yang sebelumnya dikuasai pemimpin yang menganut Weda. Dorongan penaklukan diperkuat dengan faktor ekonomi, yaitu usaha merebut berbagai pusat dagang dan sumber komoditi dagang yang selanjutnya menjadi dasar terjadi konflik. Pola penalukan yang didasarkan data arkeologi dan epigrafi pada berbagai wilayah di Asia Tenggara menunjukkan pola yang hampir sama. Misi untuk mengubah aspek religi dan ambisi ekonomi memunculkan bencana sosial berupa perang dan penghancuran.</p> Nainunis Aulia Izza Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 193 203 10.24164/prosiding.v4i1.18 PERPINDAHAN PEMUKIMAN PENDUKUNG SITUS DAS SEKAMPUNG: JEJAK BENCANA MASA LAMPAU http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/94 <p>Way Sekampung sebagai sungai utama mempunyai peranan tumbuhnya peradaban manusia, dari masa lampau hingga kini. Jejak arkeologi menunjukkan adanya tumbuhnya peradaban masa lampau dengan hadirnya situs-situs arkeologi di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Sekampung. Tulisan ini fokus pada tiga situs yang berada di&nbsp; DAS Sekampung Lampung Timur, yaitu Situs Serampang, Cicilik, dan Putak. Pendekatan yang digunakan dalam tulisan ini adalah pendekatan atas tinggalan materi dan memori kolektif dengan melalui wawancara. Hasil penelitian menunjukkan ketiga situs tersebut saling terkait dan dimungkinkan telah terjadi perpindahan hunian yang diakibatkan adanya bencana sosial berupa teror dan serangan bajau (bajak laut).</p> Nurul Laili Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 205 212 10.24164/prosiding.v4i1.19 DESTRUKSI ARCA-ARCA MASA SRIWIJAYA: PETAKA SOSIAL PADA MASA KESULTANAN PALEMBANG http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/68 <p>Kadatuan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan dari abad ke-7 hingga ke-14 Masehi. Berdasarkan prasasti dan arca-arca di Palembang terlihat, bahwa agama resmi Sriwijaya adalah Buddha. Namun, pada saat yang sama agama Hindu juga dianut oleh sebagian masyarakat. Banyak arca-arca yang ditemukan di Palembang dalam keadaan tidak lengkap. Sejumlah arca ditemukan tanpa kepala, tangan, kaki atau badan. Ketidaklengkapan arca-arca ini menimbulkan pertanyaan tentang penyebab kerusakannya. Apakah kerusakan arca disebabkan oleh faktor alam atau manusia? Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kerusakan arca dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Berdasarkan analisis pecahan-pecahan arca tersebut, dapat diduga bahwa penyebab kerusakannya adalah faktor manusia.</p> Retno Purwanti Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 213 221 10.24164/prosiding.v4i1.20 ARAH KEBIJAKAN RAJA PADA MASA JAWA KUNO PASCA PERISTIWA PRALAYA DARI SUDUT PANDANG TEORI KONTRAK SOSIAL http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/53 <p>Kiamat atau akhir dari dunia dalam kebudayaan Hindu-Buddha dikenal sebagai <em>pralaya</em>. Konsep <em>pralaya</em> berkaitan dengan salah satu siklus zaman dalam kepercayaan Hindu-Buddha, yaitu zaman Kaliyuga. Keberadaan <em>pralaya</em> sebagai bencana menyebabkan suatu perubahan mendasar bagi kekuasaan di Jawa pada masa lampau. Tulisan ini secara khusus mengangkat permasalahan mengenai kebijakan apa yang dikeluarkan oleh seorang raja pasca <em>pralaya</em>. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui arah kebijakan raja pasca-<em>pralaya</em> sebagai bencana atau kiamat dalam sudut pandang kontrak sosial. Tulisan ini menjadikan contoh Raja Sindok dan Airlangga sebagai perbandingan raja yang berkuasa pasca <em>pralaya</em>. Metode arkeologi digunakan untuk menjawab permasalahan ini. Metode tersebut terdiri dari pengumpulan data, analisis dan interpretasi. Rangkaian penelitian tersebut menghasilkan suatu pemahaman bahwa kedua raja secara langsung maupun tidak telah mengklaim diri sebagai Dewa Wisnu yang selamat dari <em>pralaya,</em> sehingga rakyat berhak mendapatkan keselamatan dan kemaslahatan pasca <em>pralaya</em> melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh sang raja, baik berupa pembangunan ataupun pelindungan.</p> <p><em> </em></p> Muhamad Alnoza Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 223 233 10.24164/prosiding.v4i1.21 KEHANCURAN PRODUKSI DAN HILANGNYA PABRIK KINA MASA KOLONIAL DI BANDUNG: BUKTI BENCANA BUDAYA DAN SOSIAL http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/83 <p>Perkebunan kina di Bandung Jawa Barat hampir punah dan produksi kina yang masih berlangsung sekarang hanya ada di Pabrik Kina Bukit Unggul. Mengapa hanya tinggal satu pabrik yang masih beroperasi, dan mengapa kehilangan bangunan pabrik menjadi penting, menjadi permasalahan pokok dalam tulisan ini. Metode yang digunakan adalah metode penelitian arkeologi dengan pendekatan sejarah. Tujuan tulisan ini adalah mengetahui penyebab kehancuran produksi dan hilangnya bangunan pabrik kina masa kolonial sebagai satu bencana budaya atau bencana sosial. Bekas pabrik kina di lokasi bekas kebun kina lainnya masih bisa ditelusuri jejaknya dalam kondisi fisik tidak utuh dan terabaikan. Kehilangan jejak budaya perkebunan bernilai sejarah dan sumber ilmu pengetahuan menjadi informasi penting diketahui. </p> Lia Nuralia Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 235 246 10.24164/prosiding.v4i1.22 BENCANA DAN INTEGRASI MASYARAKAT: SUATU KAJIAN TENTANG BAHAYA SERAM TAHUN 1899 DAN KAITANNYA DENGAN HUBUNGAN PELA AMAHAI DAN IHAMAHU http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/84 <p>Latar belakang penelitian ini adalah untuk mengeksplor bencana <em>bahaya Seram</em> tahun 1899 dilihat dari lintasan sejarah bencana gempa bumi dan tsunami dikepulauan Maluku, sebagai tempat bertemunya lempeng Samudera Indo-Australia dengan lempeng Benua Eurasia. Dampak dari bencana <em>bahaya Seram</em> tahun 1899 adalah terjadinya integrasi masyarakat yaitu terbentuknya <em>pela</em> antara Negeri Amahai dipulau Seram dan Negeri Ihamahu dipulau Saparua. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kepustakaan, observasi, wawancara. Teknik analisis data menggunakan triangulasi terhadap data, teori dan metodologi. Hasil dari penelitian ini adalah ditemukannya fakta bahwa terjadinya integrasi dalam kehidupan masyarakat (hubungan <em>pela</em> Amahai dan Ihamahu), akibat bencana gempa bumi dan tsunami (<em>bahaya Seram</em>). Kesimpulan penelitian ini adalah adanya pelajaran penting yang dapat diambil dari bencana <em>bahaya Seram</em> (mitigasi, evakuasi, dll) dan juga hubungan <em>pela</em> akibat bencana ini masih terpelihara hingga sekarang.</p> <p><em> </em></p> Samuel Michael Wattimury Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 247 257 10.24164/prosiding.v4i1.23 “NUBUAT” BENCANA DALAM SERAT SABDO PALON: Kajian Hermeneutika Filologis Terhadap Bait-Bait Tembang Pupuh Sinom Dalam Serat Sabdo Palon http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/90 <p>Di akhir abad ke 20 dan awal abad 21 terdapat fakta bahwa bencana yang massif mulai dari gunung meletus, Tsunami Aceh tahun 2006 hingga isu megatrust yang telah dirilis tim riset ITB bekerjasama dengan BMKG adalah sederet fakta kebencanaan yang nyata. Terakhir, fakta bencana yang telah melanda satu tahun ini yaitu bencana Covid-19 bukan hanya menjadi bencana local tapi bencana ini telah menjadi bencana global. Para ahli bekerja keras menganalisa bencana atau wabahi ni. Ahli geologi melihat bencana ini dengan perspektifnya. WHO memandang bencana ini sebagai penyebaran varian virus corona yang dinamakan Covid-19. Penelitian ini berusaha menyajikan mitigasi bencana lewat kajian naskah kuno. Demi mendalami atau menggali kandungan naskah, penelitian ini menggunakan metode <em>hermeneutika filologis</em>. Serat ini meramalkan bahwa tahun-tahun ini akan terjadi bencana, dan sebab bencana ini terjadi karena ulah manusia. Makna bencana yang tersurat dan tersirat di dalam Serat (kitab kuno) adalah khasanah baru yang perlu disajikan atau dikenalkan kepada generasi kita. Selain sebagai peringatan manusia, penelitian ini dapat dihadirkan sebagai pintu pembuka bagi penelitian-penepitian selanjutnya.</p> Arif Budiman Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 259 269 10.24164/prosiding.v4i1.24 DILEMA ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/70 <p>Etnis Tionghoa telah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia dengan berbagai dinamikanya. Perubahan kebijakan yang terjadi pada beberapa kekuasaan yang lampau telah berdampak pada perubahan sikap masyarakat keturunan etnis Cina yang mengalami dilemma baik dalam konteks sosial, ekonomi, maupun religi dibandingkan dengan golongan masyarakat Indonesia lainnya. Bagaimana mereka mampu menghadapi berbagai situasi tersebut merupakan kasus yang menarik untuk diobeservasi. Melalu studi pustaka dan pendekatan strategi kebudayaan Van Peursen, diketahui <em>middle man</em> menjadi strategi yang dipilih dalam menghadapi serba ketidakpastian di masa lampau. Strategi tersebut hingga kini masih menjadi tantangan mengingat hubungan sejarah masyarakat keturunan Cina di Indonesia masih meninggalkan riak-riak dan stigma yang berkepanjangan.</p> Desril Riva Shanti Rusyanti Rusyanti Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 271 281 10.24164/prosiding.v4i1.25 MENGELOLA CAGAR BUDAYA DI WILAYAH RAWAN BENCANA APAKAH INDONESIA SUDAH SIAP? http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/93 <p>Bencana-bencana besar sejak lama terjadi di wilayah Indonesia. Korban-korban &nbsp;nyawa, harta dan kekayaan budaya juga telah dirasakan. Namun kesadaran untuk mengantisipasi dampak bencana, khususnya&nbsp; terhadap cagar budaya, belum terasa hingga memasuki awal dekade tahun 2000an. Baru sesudah terjadi bencana-bencana besar secara&nbsp; beruntun selama hampir dua dekade terakhir, yaitu&nbsp; tsunami, gempa bumi,&nbsp; dan gunung meletus di beberapa wilayah Indonesia, upaya-upaya mitigasi bencana mulai digalakkan. Beberapa bencana yang lebih kecil skalanya namun lebih sering frekuensi kejadiannya, yaitu kebakaran dan banjir yang merusak cagar budaya, menambah kekhawatiran bahwa kekayaan cagar budaya akan semakin hilang. Pengalaman-bengalaman traumatis tersebut sebagian besar mengakibatkan kerusakan yang langsung terlihat dengan jelas. Namun sumber permasalahan lain yang tampaknya harus dijadikan prioritas justru belum disiapkan, yaitu kesadaran untuk mengatasinya melalui mitigasi agar resiko bencana dapat dikurangi dan dampak bencana dapat diminimalisasi. Tanpa melakukan upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukan tindakan pencegahan ini bangsa Indonesia akan terancam kehilangan warisan budayanya yang sangat berharga, baik bagi generasi saat ini maupun mendatang.</p> Supratikno Rahardjo Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 283 303 10.24164/prosiding.v4i1.26 STRATEGI ADAPTASI DARI KEBENCANAAN STUDI KASUS STRUKTUR DAN LINGKUNGAN SITUS GUNUNG PADANG http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/81 <p>Punden Berundak Gunung Padang sampai sekarang dapat dicatat sebagai salah satu struktur yang di bangun oleh masyarakat prasejarah untuk kepentingan pengagungan arwah leluhur di satu tinggian yang kemudian disebut sebagai Gunung Padang. Salah satu aspek yang belum banyak dibahas hingga kini adalah bagaimana kerawanan struktur dan lingkungannya yang sejak dulu berada di jalur sesar akif Cimandiri dan Cikondang, serta berada di lokasi yang rawan longsor. Tulisan ini bertujuan mengeksplorasi tentang potensi dan rekam jejak ancaman kerusakan yang terjadi pada masa lalu hingga kini, dan bagaimana masyarakat pendiri struktur punden berundak Gunung Padang dalam mengantisipasinya pada masa lalu Untuk membahas hal tersebut dicoba amati pola susun batuan pembentuk struktur punden dan pengamatan berbagai elemen yang merupakan bentukan baru di sekitar lereng yang kemudain dikaitkan dengan catatan kebencanaan yang diperoleh dari sumber literatut. Dari hail kajian dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang membangun punden berundak tersebut telah arif dan pandai menyusun balok-balok batu pembentuk struktur tersebut yang antisipatif terhadap keadaan lingkungannya pada masa lalu.</p> Lutfi Yondri Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 305 315 10.24164/prosiding.v4i1.27 PENGETAHUAN MERESPON BENCANA DALAM KEARIFAN LOKAL http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/92 <p>Kearifan lokal adalah suatu himpunan pengetahuan, semangat, dan aktifitas dalam suatu masyarakat untuk menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan suatu masyarakat, termasuk dalam menghadapi bencana alam. Cara dan upaya dari suatu kearifan lokal untuk merespon bencana memiliki berbagai bentuknya, baik yang tak teraga seperti norma/aturan, nilai, organisasi, dan perilaku; maupun yang teraga seperti teknologi, desain, aktifitas, dan tindakan. Di balik setiap cara atau upaya ini, terkandung pengetahuan yang bisa dipelajari untuk diterapkan di tempat lain. Namun demikian, untuk menerapkannya dalam lingkup yang lebih luas dan kekinian tidak sekedar mereplikasi cara atau upaya kearifan lokal persis seperti yang dilakukan oleh masyarakat lokal tersebut. Diperlukan penyingkapan terlebih dahulu pengetahuan yang terkandung di dalam kearifan lokal tersebut dan ditransformasikan menjadi pengetahuan eksplisit yang bersifat umum. Ini dikarenakan suatu cara atau upaya tertentu berasal dari kearifan lokal bersifat dan berlingkup lokal. Tidak seluruh cara dan upaya dari suatu kearifan lokal, terutama yang berbentuk tak teraga, memiliki pengetahuan eksplisit yang mudah disingkap dan ditransformasi karena pengetahuan yang dikandungnya bersifat <em>embedded</em>. Makalah ini mencoba berdiskusi di seputar isu ini, yaitu apabila kearifan lokal dalam merespon bencana ingin diterapkan dalam lingkup yang lebih luas dan kekinian.</p> Ismet Belgawan Harun Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 317 332 10.24164/prosiding.v4i1.28 MITIGASI KEBENCANAAN PADA SITUS MASJID RAYA SULTAN RIAU DALAM PELESTARIANNYA http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/78 <p><em>Bencana alam dapat mengancam tinggalan arkeologis di Indonesia seperti Masjid Raya Sultan Riau di Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini dijadikan salah satu destinasi pariwisata dengan konsep wisata religi, namun saat ini belum ada mitigasi bencana yang maksimal untuk menjaga keselamatan bangunan cagar budaya Masjid Raya Sultan Riau. Metode penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif melalui literatur dan jurnal yang ada serta teknik pengumpulan data observasi lapangan Masjid Raya Sultan Riau. Teknik analisis data yang digunakan, yaitu analisis kualitatif dan analisis SWOT. Analisis SWOT menghasilkan beberapa poin penting sebagai upaya mitigasi, yaitu membangun bangunan atau struktur pengamanan di sekitar Pulau Penyengat seperti membangun bangunan penahan ombak, penyediaan pemadam api, serta zonasi. Zonasi pada cagar budaya Masjid Raya Sultan Riau masih tergabung dengan cagar budaya lainnya di Pulau Penyengat sehingga Masjid Raya Sultan Riau perlu melakukan pengembangan mitigasi bencana terutama untuk pelestarian warisan budaya, lingkungan, dan industri pariwisata</em></p> Theodorus Theodorus Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 333 344 10.24164/prosiding.v4i1.29 ANALISIS SPASIAL KERENTANAN BENCANA GEMPA BUMI SESAR LEMBANG TERHADAP FASILITAS PENDIDIKAN DI KAWASAN BANDUNG RAYA http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/67 <p>Bandung Raya merupakan sebuah regionalisasi kawasan di Provinsi Jawa Barat, terdiri dari wilayah pemerintahan Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan sebagian Kabupaten Subang (5 kecamatan). Kawasan ini dihuni lebih dari 8 juta penduduk atau 18% dari total penduduk Provinsi Jawa Barat., kawasan ini juga menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi dan pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat. Wilayah utara kawasan Bandung Raya secara geologis merupakan bagian wilayah aktif sesar Lembang. Memiliki panjang sekitar 29 kilometer, membentang dari wilayah barat di Padalarang hingga ke Tanjungsari. Oleh karenanya, penentuan zonasi kerentanan bencana perlu dilakukan untuk dapat mengurangi dampak dari bencana tersebut, khususnya terhadap fasilitas pendidikan. Penentuan zonasi menggunakan analisis spasial dilakukan dengan melakukan pemberian bobot prioritas perhitungan resiko bencana &nbsp;serta analisis <em>overlay</em>&nbsp;data spasial, sehingga akan didapatkan peta wilayah kerentanan bencana. Peta tersebut akan di <em>overlay</em>&nbsp;dengan data titik lokasi fasilitas pendidikan, sehingga diketahui fasilitias pendidikan mana saja yang harus dilakukan persiapan yang lebih dalam menghadapi potensi bencana gempa bumi. Hasil analisis menunjukan sekitar 139 fasilitas pendidikan yang berada di zona 5 km dari Sesar Lembang memiliki tingkat resiko sedang, dan 677 fasilitas pendidikan dalam zona 10 km dari sesar lembang memiliki tingkat resiko tinggi.</p> Fajar Setia Pratama Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 345 353 10.24164/prosiding.v4i1.30 BATU LONCENG SEBAGAI PENGINGAT BENCANA DI SESAR LEMBANG: KAJIAN ARKEOLOGI ALTERNATIF http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/62 <p>Situs Batu Lonceng teletak di Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat dan keletakannya tepat berada di Sesar Lembang. Penelitian ini merupakan kajian arkeologi alternatif yang muncul sebagai “pembanding” dari <em>archaeological mainstream</em>, dengan mengunakan landasan teori semiotika Charles Sanders Peirce. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap fungsi dan makna Batu Lonceng berdasarkan arkeologi alternatif. Arkeologi alternatif sendiri merupakan dampak dari “kejenuhan” masyarakat terhadap berbagai penelitian yang tidak dipublikasikan. Hal itu membuat masyarakat membuat interpretasi sendiri terhadap tinggalan arkeologi yang ada di sekitar mereka dengan cara mereka sendiri. Oleh karena itu, berdasarkan kajian ini batu lonceng merupakan suatu alarm mitigasi yang akan berdentang sebagai peringatan ada mara bahaya atau bencana. Hal tersebut dapat dilihat sebagai upaya masyarakat mamahami dan memaknai lingkungannya yang sangat bepontensi tertimpa bencana.</p> Garbi Cipta Perdana Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 355 362 10.24164/prosiding.v4i1.31 MULTI MEDIA UNTUK MENUNJANG EDUKASI UPAYA PENGURANGAN RESIKO BENCANA DI KAWASAN GEOPARK CILETUH http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/59 <p>Pemasukan Negara dari Sektor Pariwisata menjadi sumber pemasukan andalan. Peristiwa geologis dasar samudra yang terangkat kepermukaan laut menjadi Nusantara adalah hasil proses evolusi berjuta-juta tahun lalu. Saat ini, di satu sisi bumi sudah mencapai titik kematangannya. Akan tetapi, di sisi lain makhluk hidup dan peradabannya terus berkembang. Pada awalnya manusia sangat memuliakan alam namun peradaban dan perkembangan ilmu pengetahuan kemudian mengubah manusia dan tata alam sehingga bencana alam sering terjadi. Ciletuh di selatan Sukabumi, Jawa Barat sebagai alternatif tujuan geowisata kawasan konservasi UNESCO Global Geopark telah mengalami penyesuaian tata alam karena pembangunan akses tranportasi roda empat. Kawasan ini menghadapi potensi masalah longsor. Tujuan dari penelitian ini adalah upaya mengurangi resiko terjadinya longsor melalui satu sistem informasi kawasan. Dalam mencapai tujuan<strong>,</strong> metodologi kualitatif yang digunakan adalah deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dengan melakukan tinjauan literatur, observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem informasi berupa rambu-rambu agar berhati-hati saat melintas perlu dilengkapi dengan aplikasi multimedia. Melalui pendekatan desain komunikasi visual, info grafis sebagai materi edukasi penanggulangan bencana menjadi lebih mudah dimengerti bagi masyarakat. Kawasan Ciletuh yang sudah menjadi kawasan UNESCO Global Geopark Network harus memiliki regulasi lengkap sebagai acuan dalam pengelolaan kawasan geowisata tangguh bencana.</p> Diah Natarina Agus Sachari Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 363 373 10.24164/prosiding.v4i1.32 PERAN MEDIA DIGITAL DAN BASIS DATA ARKEOLOGI: MENCEGAH KEBENCANAAN IDENTITAS BANGSA INDONESIA http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/54 <p>Nusantara terkenal memiliki sejarah peradaban yang agung. Penemuan-penemuan arkeologi dan kajian yang membuktikannya banyak dijumpai baik dalam museum, artikel ilmiah, buku, maupun media digital. Informasi dan pengetahuan tentang kebudayaan masa lampau tersebut sangat penting sebagai pelajaran bagi bangsa Indonesia dalam memahami karakter budaya dan nilai luhur yang ditinggalkan oleh nenek moyang di bumi nusantara ini. Generasi saat ini lebih menyukai mengkonsumsi informasi secara digital dibandingkan dengan membaca buku. Informasi visual menjadi penting saat alih wahana media informasi. Kurangnya informasi sejarah, pengetahuan mengenai karakter budaya, dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia akan memicu timbulnya bencana identitas bangsa. Bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang tidak memiliki ciri khas atau budaya yang unik lagi. Oleh karena itu strategi pencegahan kurangnya pemahaman identitas bangsa perlu dirancang dan dikaji formulasinya yang sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia dengan keragamannya. Penelitian ini akan memformulakan kajian literatur secara sistematis mengenai perkembangan strategi adaptasi media digital dan basis data arkeologi di dunia yang akan dipaparkan dan ditelaah kesesuaiannya bagi informasi yang ada di Indonesia. Media digital yang tak lekang waktu dan dapat diakses dimana saja sangat strategis sebagai solusi. Sehingga hasil dari penelitian ini dapat menjadi acuan penerapan strategi digital bagi pengembangan informasi, media, dan basis data arkeologi di Indonesia.</p> <p><em> </em></p> Samuel Gandang Gunanto Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 375 383 10.24164/prosiding.v4i1.33 MENAFSIRKAN MITOS SEBAGAI MEDIA MITIGASI BENCANA DI MASYARAKAT SUNDA http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/55 <p>Makalah ini dilatarbelakangi <em>smong</em> sebuah mitos Simeuleu di Aceh yang menyebutkan jika terjadi gempa harus segera mencari tempat tinggi untuk menghindari tsunami. Ketika tahun 2004 gempa melanda Aceh, korban tsunami di Simeuleu cenderung sedikit karena masyarakat dapat menafsirkan dan memanfaatkan mitos Simeuleu. Penelitian ini bertujuan menafsirkan mitos-mitos Sunda yang berkaitan dengan keselamatan umat manusia agar dapat dimanfaatkan sebagai media mitigasi bencana. Masalah penelitian ini adalah bagaimana menafsirkan mitos-mitos Sunda sebagai media mitigasi bencana? Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan modern dengan menerapkan teknik perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, dan pengecekan rekan sejawat. Hasil penelitian ditemukan mitos-mitos yang dapat dimanfaatkan sebagai media mitigasi bencana. Simpulan penelitian ini adalah bahwa mitos Sunda sejenis <em>smong </em>dapat dimanfaatkan sebagai media mitigasi bencana. </p> <p><em> </em></p> Yeni Mulyani Supriatin Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 385 394 10.24164/prosiding.v4i1.34 LEKSIKON-LEKSIKON DARI SARS-COV SAMPAI DENGAN COVID-19 SEBAGAI PENANDA SUATU PERISTIWA SEJARAH http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/56 <p><em>Setiap peristiwa melahirkan leksikon atau diksi yang menjadi indikator utama dalam peristiwa sejarah, misal wabah cacar melahirkan varian istilah dari penyakit tersebut, seperti cacar, cacar air, cacar api, cacar alas, dan sebagainya. Masa pandemi Covid-19 juga melahirkan leksikon yang menjadi karakteristik masa pandemi Covid-19. Pandemi ini dengan segala persoalannya melahirkan leksikon yang menarik untuk disimak. Tulisan ini mengangkat leksikon masa pandemi Covid-19. Masalah yang menjadi fokus tulisan ini adalah bagaimana leksikon-leksikon diungkap dengan semua variannya pada masa pandemi ini. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk memaparkan leksikon dalam masa pandemi dengan menggunakan teori (Kridalaksana, 2009b) dan (Verhaar, 2001) mengenai morfologi. Data diunduh dari media daring yang memiliki leksikon seputar Covid-19, yaitu Budi, 2020 dan Pasys, 2020 Temuannya adalah leksikon masa pandemi Covid-19 dinyatakan dalam leksem primer (LP) sebesar 33,3%, leksem skunder (LS) sebesar 52,4%, dan singkatan sebesar 14,3%. Leksikon tersebut merupakan leksikon yang khas yang muncul akibat mewabahnya Covid-19. Leksikon masker, Covid-19, karantina wilayah, kenormalan baru, zona merah, bekerja dari rumah (BDR), dan PSBB adalah leksikon yang sangat dikenal oleh penutur bahasa Indonesia pada masa pandemi Covid-19. Selain itu, leksikon tersebut dikaitkan dengan penanda suatu peristiwa sejarah dalam hal ini Covid-19, seperti peristiwa sejarah yang terjadi pada wabah cacar, kolera, kuning yang memiliki kekhasan leksikon yang digunakan</em></p> Sariah Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 395 405 10.24164/prosiding.v4i1.35 ALTERNATIF PENANGANAN BENCANA BANJIR: STUDI KASUS SITUS CANDI RONGGENG, PAMARICAN, CIAMIS http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/86 <p>Situs Candi Ronggeng secara administratif terletak di Desa Sukajaya, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, berada pada koordinat 7°25’46.92”LS dan 108°29’37.17”BT. Morfologi situs berupa pedataran bergelombang di lembah Ci Seel anak sungai Ci Tanduy yang berhulu di Gunung Cakrabuana di Kabupaten Tasikmalaya, dan bermuara di Segara Anakan Provinsi Jawa Tengah. Ci Seel mengalir di sebelah utara situs, dengan pola aliran meander dengan anak-anak sungai, berkelok-kelok dari arah barat ke timur. Lahan ini sering tergenang banjir sehingga terjadi sedimentasi yang sangat tinggi. Objek berupa batu candi yang semula masih terlihat, sekarang terkubur endapan tanah. Berdasarkan laporan penggalian pada tahun-tahun sebelumnya, banjir besar pernah terjadi pada tahun 1937, 1943, 1962, 1973 dan lebih sering lagi sejak dibangunnya bendungan Gunung Putri pada sekitar tahun 1970-an. Jejak endapan banjir tersebut terlihat hingga mencapai ketebalan 140 cm sampai dengan 200 cm dari tanah aslinya yang berwarna hitam kecoklatan dan bertekstur pasir-lempungan. Paparan ini bermaksud mengajukan alternatif untuk menangani banjir, sehingga candi ini dapat diselamatkan sebagai salah satu aset daerah Ciamis. Pembahasan dilakukan di antaranya dengan melihat kondisi candi dan lingkungannya, data pengendapan limpah banjir, dan curah hujan. Selanjutnya diajukan beberapa langkah yang sebaiknya dilakukan sehingga situs Candi Ronggeng terhindar dari banjir.</p> Endang Widyastuti Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 407 414 10.24164/prosiding.v4i1.36 GANESA SEBAGAI DEWA KEBENCANAAN DI BLITAR http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/66 <p>Ganesa merupakan salah satu dewa populer di Nusantara sejak abad ke-8 Masehi. Popularitas dewa berkepala gajah ini tidak datang tanpa alasan, akan tetapi disertai dengan perannya yang menjadi pemberi dan penangkal bencana yang ada, baik bencana alam maupun bencana sosial. Kajian ini berupaya membahas peran Ganesa di Blitar dalam pengarcaan maupun penempatannya dalam suatu wilayah terhadap potensi kebencanaan yang ada. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui observasi lapangan dan kajian pustaka dengan analisis deskriptif kualitatif. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa peran Ganesa terhadap kebencanaan yang terjadi di Blitar pada masa Hindu-Buddha menjadi penanda usaha manusia di masa lalu untuk mendapatkan keberanian dan berkah dalam menghadapi bencana. Ganesa ditempatkan pada daerah yang rawan terjadi bencana seperti gunung meletus, banjir, bahkan area persawahan. Penempatan arca ini tidak hanya pada bangunan suci yang lengkap seperti candi, akan tetapi dapat berupa ruang terbuka seperti balai.</p> Muhamad Satok Yusuf Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 415 425 10.24164/prosiding.v4i1.37 ANALISIS STRUKTURAL TERHADAP INFORMASI KITAB SUCI : MITIGASI BENCANA HYDROMETEOROLOGI DARI PENGALAMAN NABI YUSUF AS http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/76 <p>al-Qur’an adalah salah satu sumber Kitab Suci yang bisa dijadikan sumber informasi. Dalam perspektif&nbsp; Islam, al-Qur’an bukan saja sumber etika beragama, melainkan juga sumber etika dan panduan perilaku dalam merespon lingkungan dan kehidupan. Di dalamnya terdapat aturan, kisah, atau pedoman yang dapat dijadikan pedoman dalam merumuskan kode etik hidup dan kehidupan, termasuk dalam merespon bencana. Kisah Nabi Yusuf AS, memberikan kode informasi dalam kaitannya dengan mitigasi Bencana Hydrometeorologi. Wacana ini, berusaha secara kritis, melakukan studi kepustkaan, terhadap ayat-ayat mitigas, khususnya dalam Kisah Yusuf As.&nbsp; Dalam temuan ini, terkonstruksi langkah strategis mitigasi, yaitu (1) pengumpulan data dan informasi, baik local maupun scientific knowledge, (2) membangun jaringan informasi dan komunikasi, (3) staffing yang professional, dan (4) menyusun program strategis.</p> Momon Sudarma Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 427 436 10.24164/prosiding.v4i1.38 KEARIFAN LOKAL PELESTARIAN KAWASAN SEKITAR SITU CISANTI: SUATU KAJIAN UNTUK PENGEMBANGAN BAHAN AJAR http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/63 <p>Kawasan sekitar Situ Cisanti berada pada&nbsp;arboretum 73, tepat di&nbsp;Hulu Sungai Citarum. Ada tujuh buah mata air yang mengalirkan airnya ke Situ Cisanti. Terjadi pengeringan mata air, saat kawasan sekitar diubah secara destruktif. Terganggunya ketersediaan air ini, tentu merupakan suatu bencana.yang harus segera diatasi. Metode dalam penelitian ini menggunakan&nbsp;<em>kualitatif-verifikatif</em>&nbsp;dengan pendekatan <em>fenomenologi</em><em>.</em>&nbsp;Walaupun aktivitas destruktif pada hutan di kawasan sekitar situ&nbsp;kerap terjadi, ternyata&nbsp;masih ada kearifan lokal &nbsp;yang digunakan oleh masyarakat. Zonasi kawasan sekitar situ terbagi menjadi enam petak dengan 3 fungsi&nbsp;berbeda. Penelitian ini,&nbsp;akan menjadi inspirasi bagi peserta didik untuk paham, sadar, peduli, dan melakukan aksi pelestarian&nbsp;lingkungan. Bahan ajar dari hasil penelitian ini,&nbsp;disesuaikan dengan materi ajar tentang pelestarian lingkungan pada pembelajaran IPS.&nbsp;</p> Dian Diana Hak Cipta (c) 2021 Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2021-10-30 2021-10-30 437 446 10.24164/prosiding.v4i1.39