MELACAK JEJAK FITUR PARIT KUNO MASYARAKAT LAMPUNG: JEJAK MIGRASI AUSTRONESIA JALUR BARAT?

Isi Artikel Utama

Rusyanti
Nanang Saptono
Endang Widyastuti

Abstrak

Sejak tahun 1995, situs-situs permukiman kuno ditemukan di wilayah Lampung menempati daerah-daerah aliran sungai (DAS). Hasil penelitian hingga tahun 2018 di Lampung Barat menemukan pola yang konsisten terhadap munculnya jejak fitur yang disebut sebagai parit atau siring. Jejak fitur parit hingga saat ini belum diteliti secara intensif dan masih menyisakan pertanyaan tentang seluk beluknya. Perbandingan studi pustaka dengan situs-situs sejenis di DAS Way Sekampung juga mendapati parit-parit baik alami maupun buatan. Secara makro perbandingan parit tersebut menempati topografi wilayah yang berbeda, yaitu di dataran tinggi dan dataran rendah. Hasil pengamatan sementara terhadap pola sebaran permukiman berparit mendapati dominasi bentukan parit alami ditemukan di wilayah pegunungan dan pada jalur sesar, sedangkan parit buatan muncul pada wilayah dataran rendah rawan banjir. Asumsi sementara parit dibuat sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan. Selain di Lampung, keberadaan situs berparit juga ditemukan di Thailand pada periode 500 SM—600 AD hal tersebut memunculkan dugaan adanya keterkaitan perilaku pembuatan parit keliling sebagai jejak migrasi yang dibawa oleh penutur Austronesia jalur barat sebelum 400 tahun yang lalu.

Rincian Artikel

Cara Mengutip
Rusyanti, Saptono, N., & Widyastuti, E. (2020). MELACAK JEJAK FITUR PARIT KUNO MASYARAKAT LAMPUNG: JEJAK MIGRASI AUSTRONESIA JALUR BARAT?. Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat, 3(1), 127-136. https://doi.org/10.24164/prosiding.v3i1.15
Bagian
Artikel

Referensi

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Yondri, L., & Saptono, N. (1995). Laporan Hasil Penelitian Lingkungan dan Tinggalan Arkeologis di Situs Klasik Hara Kuning, Kabupaten Lampung Barat. Propinsi Lampung. Bandung.

Anwar Herryzal. (1994). Proceeding Ekspose Ilmiah Puslitbang Geoteknologi LIPI. Karakteristik Enjinering Lapisan Tufa Pasiran Dan Tanah Residu Di Daerah Liwa Dan Sekitarnya, 1–9. Puslitbang Geoteknologi LIPI.

Bellier, O., Bellon, H., Sébrier, M., Sutanto, & Maury, R. C. (1999). K-Ar age of the Ranau Tuffs: Implications for the Ranau caldera emplacement and slip-partitioning in Sumatra (Indonesia). Tectonophysics, 312(2–4), 347–359. https://doi.org/10.1016/S0040-1951(99)00198-5

Bemmelen, R. W. van. (1949). The Geology of Indonesia Vol.IA. The Hague Netherlands: Martinus Nyhoff.

Boyd, W. E., Higham, C. F. W., & McGrath, R. J. (1999). The Geoarchaeology of Iron Age“Moated” Sites of the Upper Mae NamMun Valley, N.E. Thailand. I:Palaeodrainage, Site– LandscapeRelationships and the Origins of the“Moats.” Geoarchaeology An International Journal, 14(7), 675--716.

D.W.Burbank, R. . A. (2012). Tectonic Geomorphology. UK: Wiley-Blackwell.

Damais, L. C. (1995). Epigrafi dan Sejarah Nusantara Pilihan Karangan Louis-Charles Damais. Jakarta: Pusat Penelitian dan Dokumentasi EFEO Jakarta.

Dougald J.W, O., & Scott, G. (2015). Moated sites of the Iron Age in the Mun River Valley, Thailand: New discoveries using Google Earth. ELSEVIER: Archaeological Research in Asia, 3(JUly), 9--18. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.ara.2015.06.001

Endang Widyastuti. (2010). Kondisi Masyarakat Lampung Pada Masa Pengaruh hindu-Buddha. In W. R. Wahyudi (Ed.), Dari Masa Lalu ke Masa Kini: Kajian Budaya Materi, Tradisi, dan Pariwisata (pp. 17–26). Bandung: Alqa Print Jatinangor.

Endang Widyastuti. (2011). Masa Penghunian dan Pemanfaatan Situs Tanjung Raya Lampung. In S. Rahardjo (Ed.), Arkeologi: Pola Permukiman dan Lingkungan Hidup. Bandung: Alqa Print Jatinangor.

Laili, N. (2007). Permukiman Benteng Majapahit, Lampung Utara. In S. Rahardjo (Ed.), Permukiman, Lingkungan, dan Masyarakat (pp. 81--89). Bandung: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komda Jabar Banten.

Laili, N. (2008). Permukiman Bertradisi Megalitik di Situs Serampang, Rawa Sragi, Lampung. In K. Yulianto (Ed.), Dinamika Permukiman dalam Budaya Indonesia (pp. 31--44). Bandung: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komda Jabar Banten.

Nurul Laili, Anton Ferdianto, Unggul Prasetyo Wibowo, Amir, Y. Hardikusmana, Desril Riva Shanti, Dede Sumiyati, M. A. (2019). Sebaran Spasial Situs-situs neolitik di DAS Cibeureum Kabupaten Lebak Bukti Sebaran Penutur Austronesia. Bandung.

R.r. Triwurjani. (2010). Adaptasi Komunitas Megalitik di DAS Sekampung Provinsi Lampung. In E. S. Hardiati & R. r. Triwurjani (Eds.), Pentas Ilmu di Ranah Budaya: Sembilan Windu Prof.Dr. Edi Sedyawati (p. 575). Jakarta: Pustaka Larasan.

Rusyanti. (2012). Keruangan Situs Tanjung Raya Lampung Barat. In H. O. Untoro (Ed.), Arkeologi Ruang: Lintas Waktu sejak Prasejarah hingga Kolonial di Situs-situs Jawa Barat dan Lampung (pp. 143--158). Bandung: Alqa Print Jatinangor.

Rusyanti. (2014). Permukiman Kuno di Sekitar Situs Tanjung Raya dan Hujung Langit Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat. Laporan Penelitian. Bandung.

Rusyanti, Laili, N., Hardikusmana, Y., & Amir. (2012). Permukiman Klasik di Situs Tanjung Raya Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat. Laporan Penelitian. Bandung.

Rusyanti, Purwoarminta, A., Krama, A. ., & Widyastuti, E. (2018). Lansekap Arkeologi Situs-situs di DAS Way Semangka Lampung Barat. Laporan Penelitian. Bandung.

Saptono, N. (2000). Pola dan Perkembangan Permukiman di Sepanjang Way Tulangbawang. In E. Saringendyanti (Ed.), Kronik Arkeologi: Perspektif Hasil Penelitian Arkeologi di Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan Lampung (pp. 144–166). Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Sarjiyanto. (2007). Model Perkampungan Situs Tepi Sungai di Lampung Tengah: Sebuah Hipotesis. In Permukiman, Lingkungan, dan Masyarakat (pp. 1--16).

Sieh, K., & Natawidjaja, D. (2000). Neotectonics of the Sumatran fault, Indonesia. Journal of Geophysical Research, 105(B12), 28295. https://doi.org/10.1029/2000JB900120

Simanjuntak, T. (2017). The Western Route Migration: A Second Probable Neolithic Diffusion to Indonesia. In et. al Philip J. Piper (Ed.), New Perspectives in Southeast Asian and Pacific Prehistory (pp. 201--2011). Canberra: Australian National University Press.

HASIL DISKUSI

Pertanyaan

Eko Punto Hendro

Apakah mungkin parit-parit tersebut memiliki makna simbolik?

Budianto Hakim

Di Sulawesi menemukan parit yang berkonteks dengan benteng pertahanan. Berdasarkan tokoh masyarakat dalam penelitian di sana, parit memiliki dua fungsi meliputi pengairan dan tempat persembunyian ketika terdesak. Mungkin bisa juga dilihat situs berparit di Benteng Cenrana, Kabupaten Bone Sulawesi Selatan barangkali mempunyai kemiripan?

Nanang Saptono

Paleochannel yang ada di Thailand itu, apakah seperti danau tapal kuda (oxbow lake?) kalo seperti itu, di Tulangbawang sepertinya banyak

Jawaban

Belum tau karena ini baru identifikasi awal. Parit dapat juga bermakna simbolik jika terlihat adanya keteraturan dan pola yang selaras dengan dogma atau konsep religinya, seperti misalnya konsep mikro dan makro kosmos pada Hindu—Buddha akan tetapi jikapun demikian, pemaknaan juga perlu memperhatikan sumber sekunder dan sumber lainnya yang mendukung untuk memboboti sudut pandang teori mengenai pemaknaan yang akan digunakan nantinya

Jika situs tersebut berasal dari masa Islam dapat juga dilihat sebagai perbandingan mengingat konteks masa parit di Lampung ini juga masih belum jelas, kapan dibuatnya sedangkan data kronologi relatif yang ada hingga saat ini permukiman berparit memiliki rentang kronologi yang panjang sejak 10—19 M

Informasi yang menarik. Perlu penelitian geoarkeologi untuk mengkonfirmasinya.