NEGOSIASI ANTARA BUDAYA BARAT DENGAN BUDAYA LOKAL DALAM USAHA PENYEBARAN KRISTEN PROTESTAN DI KALANGAN ORANG SUNDA PADA ABAD KE-19

Isi Artikel Utama

Amos Sukamto

Abstrak

Artikel ini membahas pertanyaan mengapa penyebaran Protestanisme di kalangan orang Sunda yang dilakukan oleh kelompok Anthing dianggap lebih berhasil jika dibandingkan dengan usaha yang dilakukan oleh para zending NZV? Dengan menggunakan metode sejarah didapat beberapa kesimpulan: (1) Dalam proses penyebaran Protestanisme di Sunda yang dilakukan baik oleh kelompok Anthing maupun oleh para zendeling NZV terjadi akulturasi antara budaya Eropa dengan budaya lokal. Proses akulturasi yang dilakukan dengan damai akan lebih berhasil jika dibandingkan dengan proses akulturasi dengan pemaksaan (akulturasi ekstrim). (2) Kelompok Anthing melakukan penyebaran Protestanisme dengan menerapkan akulturasi damai yaitu menyesuaikan dengan budaya lokal sehingga didirkan beberapa komunitas Kristen di sekitar Batavia. (3) Zendeling NZV sebaliknya cenderung memaksakan (akulturasi ekstrim) budaya Barat pada masyarakat Sunda sehingga terjadi penolakan terhadap Protestanisme.

Rincian Artikel

Cara Mengutip
Sukamto, A. (2020). NEGOSIASI ANTARA BUDAYA BARAT DENGAN BUDAYA LOKAL DALAM USAHA PENYEBARAN KRISTEN PROTESTAN DI KALANGAN ORANG SUNDA PADA ABAD KE-19. Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat, 3(1), 175-183. https://doi.org/10.24164/prosiding.v3i1.20
Bagian
Artikel

Referensi

DAFTAR PUSTAKA

Bliek, A. J. (1925). “De Anthingsche Christen-Inlandsche Gemeenten in Batavia’s Ommelanden” dalam De Opwekker 70.

Coolsma, S. (1865). “Surat Zendeling S. Coolsma kepada Pengurus Pusat NZV, Cianjur, 24 Juli. ArvdZ, 13-9. Dalam Th. Van den End. 2006. Sumber-sumber Zending Tentang Sejarah gereja di Jawa Barat 1858-1963. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Coolsma, S. (1901). Ismaïl en Moerti De Eerstelingen uit de Soendaneezen. Rotterdam: J. M. Bredée.

Coolsma, S. (1938). “L. F. Anthing” dalam Lichtstralen op den Akker der Wereld. No. 1.

Dijkstra, A. (1876). “Surat Zendeling A. Dijkstra kepada Pengurus Pusat NZV, Cirebon, 9 Maret. ArvdZ, 13-13. Dalam Th. Van den End. 2006. Sumber-sumber Zending Tentang Sejarah gereja di Jawa Barat 1858-1963. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Heuken, A. (1999). Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta Jilid I: Dokumen-dokumen Sejarah Jakarta Sampai dengan Akhir abad ke-16. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.

Kraemer, Hendrik. (1958). From Missionfield to Independent Church. The Hague: Boekencentrum.

Krüger, Muller. (1966). Sedjarah Gereja di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Kristen.

Partonadi, Soetarman Soediman. (2001). Komunitas Sadrach dan Akar Kontekstualnya Suatu Ekspresi Kekristenan Jawa pada Abad ke XIX. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Soejana, Koernia Atje. (1974). Benih Yang Tumbuh 2: Gereja Kristen Pasundan. Jakarta: Lembaga Penelitian dan Studi Dewan Gereja-gereja di Indonesia.

_______. (1986). Menjadi Gereja Yang Diutus (Buku Peringatan HUT ke-50 Gereja Kristen Pasundan). Bandung: Badan Pekerja Sinode gereja Kristen Pasundan.

_______. (1997). Sejarah Komunikasi Injil di Tanah Pasundan. Disertasi Doctor Theologiae. Jakarta: Sekolah Tinggi Teologi Jakarta.

Van Randwijck, S.S. G. (1989). Oegstgeest: Kebijakan-kebijakan “Lembaga-lembaga” Pekabaran Injil yang Bekerjasama 1897 – 1942. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Wolterbeek, J. D. (1995). Babad Zending di Pulau Jawa. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen.

HASIL DISKUSI

Pertanyaan

Lucas Wattimena (Balai Arkeologi Maluku)

Laurens Coolen menyebarkan Kristen pada masa kolonial, salah satunya menggunakan budaya pertanian, sistem kepercayaan terhadap pertanian lebih mendominasi sehingga penyebaran tidak berlangsung baik karena masyarakat sekitar pasti memikirkan keuntungan apa yang didapatkan ketika pindah ke agama Kristen. Apakah ada satu titik tarik proses pertanian dengan penyebaran agama di mana Laurens Coolen belum menemukan jawaban dari salah satu budaya atau perilaku? Apakah ada satu model yang dapat ditarik hingga mencapai kesimpulan yang telah disampaikan?

Dedy Setiyono Musashi, S.S. (TACB Kabupaten Indramayu)

Terkait masuknya misionaris ke Indramayu. Indramayu merupakan wilayah yang tidak termasuk dalam Sunda, namun masuk ke dalam suku Jawa. Misionaris di Indramayu sendiri terfokus pada dua tempat di mana pada abad ke-19 dibangun sebuah rumah sakit dan gereja. Kenapa di Indramayu yang merupakan suku Jawa, Kristen tidak bisa berkembang sebesar di wilayah Jawa lain, seperti di Mojoarno dan Mojoagung?

Jawaban:

Masyarakat di sekitar Coolen yang dapat menerima penyebaran Kristen salah satunya karena mendapatkan keuntungan dari sisi ekonomi. Ketika dibandingkan dengan penyebaran Kristen di Jawa Barat, wilayah Cideres, Sukabumi, dan Palalangon juga menggunakan model yang sama dengan yang dilakukan oleh Coolen, yaitu membangun desa Kristen dengan sistem pertanian. Namun hasilnya tidak seperti yang terjadi di Jawa Timur. Bila adanya keuntungan ekonomi yang didapatkan masyarakat sekitar terhadap model penyebaran Kristen dengan sistem pertanian, seharusnya Kristen di Sunda bisa berkembang seperti yang ada di Jawa Timur.

Tiga tenaga zending yang bekerja di Bandung pada akhir abad ke-19 tidak diizinkan oleh Belanda karena akan terjadi pergolakan bila daerah tersebut diizinkan adanya penyebaran agama Kristen. Harus adanya izin kerja bagi tenaga zending. Kristen yang berkembang di Indramayu bukan di lingkungan orang Jawa, namun di lingkungan orang Tionghoa. Orang Jawa di Indramayu tidak tertarik masuk Kristen karena Coolen yang menyebarkan Kristen di Jawa Timur mengembangkan cara yang sangat dekat dengan budaya Jawa, sedangkan pendekatan yang dilakukan di Indramayu tidak mengakomodasi budaya lokal. Ketika budaya lokal tidak dihargai oleh tenaga zending ini maka terjadi penolakan oleh orang-orang lokal terhadap penyebaran Kristen.