REKAMAN TSUNAMI DI PESISIR BARAT ACEH: SEBUAH LAPORAN AWAL DAN PROSPEK PENELITIANNYA Tsunami Record in Western Coast of Aceh: A Preleminary report and Future Research Opportunities
Isi Artikel Utama
Abstrak
Tsunami 26 Desember 2004 merupakan salah satu bencanaalam yang besar yang pernah terjadi di wilayah Pesisir Barat Aceh. Bencana tersebut bukanlah yang pertama kali terjadi pada wilayah tersebut. Hasil penelitian di Gua Ek Leunthie telah menemukan bukti terjadinya minimal 11 kali tsunami sejak 7.400 tahun yang lalu. Salah satu data baru terkait tsunami ini ditemukan rekaman stratigrafi tanah di Gua Mabitce. Pada stratigrafi ditunjukkan adanya hasil proses sedimentasi oleh fluida yang berlangsung secara seketika yang dapat disebabkan oleh badai atau tsunami. Lapisan stratigrafi tersebut berkonteks dengan tinggalan budaya preneolitik, seperti kapak batu sumatralith, serpih batu, ekofak tulang, serta cangkang kerang. Saat ini, kronologi absolut terkait hal ini belum diperoleh karena sampel pertanggalan belum dapat teranalisis. Selain Gua Mabitce, hasil survey yang dilakukan pada tahun 2018 dan 2019 juga telah menemukan Gua Tuandigedong dan Gua Paroy Indah yang memiliki dimensi ruang luas, sedimen lantai tebal, dan mulut gua menghadap ke Samudra Hindia. Dua lokasi ini kemungkinan juga memiliki lapisan stratigrafi terkait tsunami dan dan kemungkinan konteks budayanya.
Rincian Artikel
Artikel ini berlisensiCreative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Referensi
Bryant, Edward. 2014. Tsunami: The Underrated Hazard. Third Edit. Chicester: Springer and Praxis Publishing.
Paris, Raphaël, Patrick Wassmer, Junun Sartohadi, Franck Lavigne, Benjamin Barthomeuf, Emilie Desgages, Delphine Grancher, et al. 2009. “Geomorphology Tsunamis as Geomorphic Crises : Lessons from the December 26 , 2004 Tsunami in Lhok Nga , West Banda Aceh ( Sumatra , Indonesia ).” Geomorphology 104 (1–2): 59–72. https://doi.org/10.1016/j.geomorph.2008.05.040.
Rubin, Charles M., Benjamin P. Horton, Kerry Sieh, Jessica E. Pilarczyk, Patrick Daly, Nazli Ismail, and Andrew C. Parnell. 2012. “Highly Variable Recurrence of Tsunami in the 7.400 Years before the 2004 Indian Ocean Tsunami.” Nature Comunication, 2012. https://doi.org/10.1038/ncomms16019.
Setiawan, Taufiqurrahman. 2020. “Potensi Hunian Gua Dan Ceruk Di Kabupaten Aceh Besar.” Berkala Arkeologi 40 (1): 23–44. https://doi.org/10.30883/jba.v40i1.506.
Setiawan, Taufiqurrahman, Anton Ferdianto, Nenggih Susilowati, Aswan Aswan, Andi Irfan Syam, Anggun Ibowo Saputra, Dwi Wahyudi, et al. 2020. “Gua Mabitce: Data Baru Situs Hoabinh Di Sumatra Bagian Utara.” AMERTA 38 (2): 115–28. https://doi.org/https://doi.org/10.24832/amt.v38i2.115-128.
Sieh, Kerry, Patrick Daly, E. Edwards McKinnon, Jessica E. Pilarczyk, Hong-Wei Chiang, Benjamin Horton, Charles M. Rubin, et al. 2015. “Penultimate Predecessors of the 2004 Indian Ocean Tsunami in Aceh, Sumatra: Stratigraphic, Archeological, and Historical Evidence.” Journal of Geophysical Research: Solid Earth 120: 1–18. https://doi.org/10.1002/2014JB011538.
HASIL DISKUSI
Pertanyaan
Ary Sulistyo (TACB Kota Depok)
Nilai apa yang didapat dari hasil penelitian lingkungan yang telah dilakukan tersebut?
Candrian Attahiyyat (TACB DKI Jakarta)
Adakah masukan untuk pemerintah dalam mengambil kebijakan pembangunan kaitannya dengan hasil penelitian ini?
Jawaban
Dari hasil penelitian terlihat bahwa telah terjadi bahwa bencana dapat memutus siklus budaya dan pembawa budaya yaitu manusi karena efek yang ditimbulkan dari bencana tersebut. Ketika bencana berakhir suatu lokasi dapat dihuni kembali oleh pemukim yang sama namun juga tidak menutup kemungkinan adanya pemukim baru yang datang kemudian dan mengembangkan budaya mereka. Adaptasi manusia karena perubahan lingkungan juga dapat mempengaruhi adanya perubahan pada budaya karena aspek lingkungan juga merupakan faktor pendukung yang sangat berpengaruh pada aspek budaya. Kebudayaan baru akan muncul sebagai dampak adaptasi dengan lingkungan yang baru.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan regulasi/kebijakan terkait keberadaan lokasi situs yang memiliki resiko rusak cukup besar karena berada pada radius 1 km dari Pabrik Semen Andalas yang berada di Lhoknga. Resiko kerusakan pada situs yang menyimpan data budaya masa lalu dan rekaman bencana yang mungkin akan kembali terulang di Pesisir Barat Aceh itu cukup besar. Oleh karena itu, Pemerintah diharapkan dapat meninjau kembali terkait wilayah operasi dari pabrik semen di Lhok Nga dan juga perlunya adanya zona konservasi terkait keberadaaan gua Mabitce dan gua-gua lain di wilayah kars Lhok Nga, dan Kars Leupung.